BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pada hakikatnya manusia tidak mungkin hidup tanpa
keberadaan orang lain karena kodratnya sebagai mahluk social. Kehidupan bersama
dengan orang lain tentu dilandasi oleh aturan-aturan tertentu, karena setiap
orang tidak dapat berbuat semaunya sendiri. manusia cenderung ingin hidup bebas
karena kodratya yang lain sebagai mahluk individu, sehingga manusia diciptakan
dengan karakteristik tersendiri. Akan tetapi kalau keinginan tersebut
dipaksakan akan berbenturan dengan keinginan dan kepentingan pihak lain dan
menimbulkan pertentangan oleh karena itu untuk mencapai keteraturan dan
kenyamanan hidup bersama dengan orang lain, maka dibuat suatu aturan-aturan
yang disepakati bersama tentang apa yang boleh dilakukan, apa yang harus
dilakukan, apa yang sebaiknya dilakukan, atau apa yang jelas-jelas merupakan
larangan dalam kehidupan bersama.
Manusia menjadikan nilai sebagai landasan, alasan
atau motivasi dalam segala tingkahlaku dan perbuatan. Dalam pelaksanaannya
nilai-nilai diwujudkan dalam bentuk norma sehingga merupakan larangan, hal yang
tidak diinginkan. Nilai-nilai yang ditanamkan pada seseorang oleh lingkungannya
akan membentuk cara ia memandang lingkungannya dan bersikap dalam bidup.
Kebiasaan dengan nilai-nilai itu pada akhirnya akan menumbuhkan tabiat, karena
dengan tata nilai itulah pandangan dan sikapnya akan dikendalikan. kemauan yang
kuat dan tindakan seseorang akan membentuk cara hidup. Cara hidup orang
perorangan bila kemudian menjadi cara hidup sekelompok masyarakat akan
membentuk kebudayaan. Sehingga yang membentuk kebudayaan adalah tata nilai yang
dianut seseorang. Bila tata nilai yang dianut berbeda sehingga berbeda pula
pandangan hidupnya, sikap hidup, cita-cita, tingkahlaku atau perbuatan, maka
akan beda pula kebudayaannya. Untuk itu agar kita lebih memahami maka disini
akan dibahas tentang budaya dan pembentukan prilaku.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa makna dari budaya dan pembentukan prilaku ?
2. Bagaimana proses pembentukan prilaku ?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah
1.
Menambah wawasan
penulis budaya dan pembentukan perilaku
2.
Memberikan informasi
mengenai budaya dan pembentukan
perilaku dalam organisasi
3.
Melengkapi tugas mata
kuliah Perilaku Organisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
BUDAYA ATAU
KEBUDAYAAN
1.
Pengertian Budaya atau Kebudayaan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke enerasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit termasuk sistem agama, politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan
dan karya seni. Bahasa, sebagai-mana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Beberapa alasan mengapa orang mengalami
kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam
definisi budaya yang mana
budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri. "Citra
yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu
dengan alam" di
Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali
anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Karakteristik
Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar dan dapat
berubah, itu terjadi ‘hanya jika’ ada jaringan interaksi antar manusia dalam bentuk
komunikasi antar pribadi
maupun antar kelompok
budaya yang terus menerus. Dalam hal ini, seperti yang dikatakan oleh Edward T.
Hall, budaya adalah komunikasi, komunikasi
adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari
seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk mendapatkannya
dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain. Edward T. Hall
menegaskan bahwa hanya manusialah yang memiliki kebudayaan, sedangakan binatang tidak. Karaktersitik dari
kebudayaan membentuk perilaku –
perilaku
komunikasi yang khusus, yang tampil dalam konsep subkultur. Subkultur adalah
kebudayaan yang hanya berlaku bagi anggota sebuah komunitas dalam satu
kebudayaan makro. Sebagai contoh para homosex atau lesbi mempunyai kebudayaan
khusus, apakah itu dari
segi pakaian, makanan, istilah, atau bahasa yang digunakan sehari-hari.
2.
Pengertian
Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki makna yang
luas, antara lain:
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Mondy dan Noe (1996), budaya
organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan
dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk
menciptakan norma-norma perilaku.
Hodge, Anthony dan Gales (1996)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat
karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan
yang tidak kelihatan (unobservable).
Pada level observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level unobservable, budaya organisasi mencakup shared values, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan-keadaan disekitarnya.
Pada level observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level unobservable, budaya organisasi mencakup shared values, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan-keadaan disekitarnya.
Budaya organisasi juga mengacu ke sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain. Sistem
makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Riset paling baru
mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama menangkap
hakikat dari budaya organisasi.
a.
Inovasi
dan pengambilan resiko
b.
Perhatian
terhadap detail
c.
Orientasi
hasil
d.
Orientasi
orang
e.
Orientasi
tim
f.
Keagresifan
g.
Kemantapan
Setiap karakteristik
tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai
organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian
urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.
3. Peranan Budaya
Dari pengertian budaya
organisasi di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat
strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi,
khususnya kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk
menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya
organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari
lingkungan internal dan eksternal.
4.
Tingkat Budaya
Schein membagi ke dalam
tiga tingkatan budaya, yaitu:
a. Artifacts, yaitu struktur dan proses
organisasional purba yang dapat diamati tapi sulit ditafsirkan.
b. Espaused Values, yaitu tujuan, strategi
dan filsafat
c. Basic Underlaying Assumptions, yaitu
kepercayaan, persepsi, perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
Jika dihubungkan dengan
nilai, tingkatan budaya dapat dibagi menurut kuantitas dan kualitas sharing (keberbagian)
suatu nilai dalam masyarakat:
v Semakin banyak anggota masyarakat (aspek
kuantitatif) yang menganut, memiliki dan menaati suatu nilai, maka semakin tinggi
tingkat budayanya.
v
Semakin
mendasar penataan nilai (aspek kualitatif), semakin kuat budayanya
5.
Fungsi Budaya
Budaya memiliki
beberapa fungsi di dalam suatu organisasi, antara lain:
a.
Budaya
memiliki suatu peran batas-batas penentu, yaitu budaya menciptakan perbedaan
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa
identitas kepada anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah penerusan komitmen
hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu
d. Budaya mendorong stabilitas sistem
sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan
organisasi dengan menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang
harus dikatakan dan dilakukan karyawan.
e. Budaya bertugas sebagai pembentuk rasa
dan mekanisme pengendalian yang memberikan panduan dan bentuk perilaku serta
sikap karyawan
B.
PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Perilaku
dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang
dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika
perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan
atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Skinner
(1938) dalam Soekidjo Notoadmodjo, 2005 mendefinisikan perilaku sebagai respon
atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar. Dengan demikian prilaku
manusia terjadi melalui proses Stimulus Organisme Respons, yang biasa disebut
S-O-R. Selanjutnya teori skinner menjelaskan ada dua jenis respon yaitu :
v Respondent
respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
(stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan
reaksi-raksi yang relatif tetap.
v
Operant respons atau
instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti
oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer , karena berfungsi untuk memperkuat
respons..
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa Perilaku
adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan
hasil bersama antara faktor internal dan eksternal.
2. Perilaku
Organisasi
Memahami perilaku orang
dalam organisasi kini dianggap penting karena perhatian manajemen seperti
produktivitas karyawan, kualitas kehidupan kerja, tekanan pekerjaan, dan kemajuan
karir terus menjadi berita utama,
Pandangan multidisiplin dari perilaku organisasi mengilustrasikan sejumlah poin penting. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir. Perilaku dipandang beroperasi pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan bahwa ketika kita mempelajari perilaku organisasi, kita harus mengidentifikasikan dengan jelas tingkat analisis yang digunakan individu, kelompok, atau organisasi. Kedua, perilaku organisasi adalah multidisiplin. Ini berarti bahwa ilmu ini menggunakan prinsip, model, teori, dan metode dari berbagai disiplin yang lain. Ketiga, terdapat orientasi humanistik yang tampak jelas dalam perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi, kapasitas pembelajaran, perasaan, dan tujuan mereka merupakan hal yang penting bagi organisasi. Keempat, bidang perilaku organisasi berorientasi pada kinerja. Kelima, karena bidang perilaku organisasi sangat bergantung pada disiplin yang diakui, peran metode ilmiah dalam mempelajari variabel dan hubungan dianggap penting. Karena metode ilmiah digunakan dalam penelitian mengenai perilaku organisasi, serangkaian prinsip dan petunjuk mengenai apa yang membentuk penelitian yang baik telah muncul. Keenam, bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan yang jelas, bidang ini berkaitan dengan pencarian akan jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul dalam konteks pengelolaan organisasi.
Pandangan multidisiplin dari perilaku organisasi mengilustrasikan sejumlah poin penting. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir. Perilaku dipandang beroperasi pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan bahwa ketika kita mempelajari perilaku organisasi, kita harus mengidentifikasikan dengan jelas tingkat analisis yang digunakan individu, kelompok, atau organisasi. Kedua, perilaku organisasi adalah multidisiplin. Ini berarti bahwa ilmu ini menggunakan prinsip, model, teori, dan metode dari berbagai disiplin yang lain. Ketiga, terdapat orientasi humanistik yang tampak jelas dalam perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi, kapasitas pembelajaran, perasaan, dan tujuan mereka merupakan hal yang penting bagi organisasi. Keempat, bidang perilaku organisasi berorientasi pada kinerja. Kelima, karena bidang perilaku organisasi sangat bergantung pada disiplin yang diakui, peran metode ilmiah dalam mempelajari variabel dan hubungan dianggap penting. Karena metode ilmiah digunakan dalam penelitian mengenai perilaku organisasi, serangkaian prinsip dan petunjuk mengenai apa yang membentuk penelitian yang baik telah muncul. Keenam, bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan yang jelas, bidang ini berkaitan dengan pencarian akan jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul dalam konteks pengelolaan organisasi.
Perilaku organisasi
memiliki beberapa pengertian antara lain:
a. Perilaku organisasi adalah suatu studi yang
menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu
kelompok tertentu.
b. Menurut Larry L Cummings bahwa perilaku
organisasi adalah suatu cara berpikir, suatu cara untuk memahami
persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil-hasil penemuan berikut
tindakan-tindakan pemecahan.
c. Menurut Joe Kelly bahwa perilaku
organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem studi dari sifat organisasi,
seperti misalnya: bagaimana organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang, dan
bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota sebagai individu,
kelompok-kelompok pemilih, organisasi-organisasi lainnya dan
institusi-institusi yang lebih besar
Serentetan definisi
tentang perilaku organisasi selalu titik awal pemberangkatannya dimulai dari
perilaku manusia dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek psikologi
dari tingkah laku individu.
Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan, seperti yang dijelaskan oleh Duncan, antara lain:
Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan, seperti yang dijelaskan oleh Duncan, antara lain:
a.
Studi
perilaku organisasi termasuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua
ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia di dalam
organisasi.
b.
Perilaku
organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk
pelaksanaannya.
c.
Walaupun
dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih
memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan pekerjaan
bisa dijalankan.
Perilaku organisasi
dapat dipahami lewat suatu penelaahan dari bagaimana organisasi itu dimulai,
tumbuh, dan berkembang, dan bagaimana pula suatu struktur, proses, dan nilai
dari suatu sistem tumbuh bersama-sama yang memungkinkan mereka dipelajari dan
disesuaikan pada lingkungan.
3.
Tujuan
Perilaku Organisasi
Tujuan dari perilaku
organisasi adalah untuk membantu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan
perilaku manusia.
a. Penjelasan
Ketika
kita mencari jawaban dari mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan
sesuatu, kita sebenarnya sedang mencari penjelasan mengenai tujuannya. Dari
sudut pandang manajemen, tujuan ini dipandang kurang begitu penting
dibandingkan dengan dua sasaran lainnya, karena sasaran tersebut terjadi
setelah adanya fakta. Namun, jika kita ingin memahami sebuah fenomena, kita
harus memulai dengan mencoba menjelaskannya. Selanjutnya, kita dapat
menggunakan pemahaman ini untuk menentukan penyebabnya.
b. Prediksi
Tujuan dari melakukan prediksi adalah
untuk memfokuskan diri pada kejadian di masa mendatang. Prediksi berusaha
menentukan hasil apa yang akan didapatkan dari suatu tindakan tertentu. Seorang
manajer sebuah dari pabrik kecil yang berusaha memperkirakan bagaimana reaksi
para karyawan terhadap pemasangan peralatan robot baru, telah melakukan prediksi.
Berdasarkan ilmu perilaku organisasi, manajer tersebut dapat meramalkan reaksi
perilaku terhadap perubahan. Tentu saja terdapat berbagai cara untuk
mengimplementasikan perubahan besar tersebut. Jadi manajer dapat memperkirakan
tanggapan para karyawan terhadap beberapa intervensi perubahan. Dengan cara ini
manajer dapat mengantisipasi pendekatan mana yang akan menghasilkan tingkat
resistensi karyawan yang paling rendah dan menggunakan informasi ini dalam
pengambilan.
c.
Pengendalian
Tujuan perilaku organisasi adalah menggunakan ilmu perilaku organisasi untuk mengendalikan perilaku untuk meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka.
Tujuan perilaku organisasi adalah menggunakan ilmu perilaku organisasi untuk mengendalikan perilaku untuk meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka.
C.
Proses Pembentukan Budaya dan Perilaku
Menurut Piti
Sithi-Amnuai bahwa pembentukan budaya organisasi terjadi saat anggota
organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut
perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan
keutuhan organisasi.
Pembentukan budaya
akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
Seseorang mempunyai
gagasan untuk mendirikan organisasi. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber
baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi. Mereka
meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja. Menurut
Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi
yang membagi “Sharing Assumption” Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau
nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai
yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya
organisasi yang dapat dibagi menjadi :
v Share things, misalnya pakaian seragam
seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi
tersebut.
v
Share
sayings, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seperti didunia pendidikan terdapat istilah
Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan
muhammadiyah.
v
Share
doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk
aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus
di Sulawesi, nguopin di Bali.
v
Share
feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda
mahasiswa dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut
pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada
penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya
organisasi harus mencakup faktor-faktor antara lain: keyakinan, nilai, norma,
gaya, kredo dan keyakinan terhadap kemampuan pekerja. Untuk mewujudkan tertanamnya budaya
organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan
pandangan barulah pendekatan manajerial yang bisa dilaksanakan antara lain
berupa :
v
Menciptakan
bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
v
Menentukan
batas-batas antar kelompok.
v
Distribusi
wewenang dan status.
v
Mengembangkan
syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
v
Menentukan
imbalan dan ganjaran.
v
Menjelaskan
perbedaan agama dan ideologi.
Selain share assumption
dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor
pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama
sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi/perusahaan/budaya
kerja/budaya akdemis yaitu :
v
Pengaruh
dari pimpinan/pihak yayasan yang dominan
v
Sejarah
dan tradisi organisasi yang cukup lama.
v
Teknologi,
produksi dan jasa
v
Industri
dan kompetisinya/ persaingan.
v
Pelanggan/stakehoulder
akademis
v
Harapan
perusahaan/organisasi
v
Sistem
informasi dan kontrol
v
Peraturan
dan lingkungan perusahaan
v
Prosedur
dan kebijakan
v
Sistem
imbalan dan pengukuran
v
Organisasi
dan sumber daya
v
Tujuan,
nilai dan motto.
Menurut Lowrence Green,
perilaku ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor :
1.
Faktor
predisposisi (predis posing factors) yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai–nilai dan
sebagainya.
2.
Faktor
pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam linkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedia sarana.
3.
Faktor
pendorong (reinforcement factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku,
kebijakan dan lain–lain.
Selain itu perilaku manusia terbentuk karena adanya
kebutuhan Motivasi, Faktor perangsang dan penguat, pengaruh sikap dan
kepercayaan.
-
Motivasi: Dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik
disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat
timbul dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam
diri sendiri (motivasi intrinsik), bukan pengaruh lingkungan (motivasi
ekstrinsik)
-
Faktor Perangsang dan Penguat: Untuk meningkatkan motivasi berperilaku dapat dilakukan dengan 4 cara sebagai berikut:
a. Memberi hadiah dalam
bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah, promosi pendidikan dan jabatan.
b. Kompetisi atau
persaingan sehat.
c. Memperjelas tujuan
atau menciptakan tujuan antara (pace making
d. Memberi informasi
keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, untuk mendorong lebih berhasil.
-
Pengaruh Sikap dan Kepercayaan:
·
Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku, baik sikap
positif maupun negative
·
Hal lain yang mempengaruhi perilaku adalah kepercayaan yang
dimiliki seseorang
Contoh
:
Astrajingga rekan seangkatan Arjuna. Dia
bercita-cita menjadi seorang ekonom, karena gagal mengikuti mengikuti testing
pada Fakultas Ekonomi di Perguruan Tinggi ternama melalui jalur UMPTN (frustration),
kemudian dia dipaksa orang tuanya untuk melanjutkan pada salah satu program
studi di FKIP UNIKU (motivasi ekstrinsik/substitusi), sehingga selama kuliah,
dia belum menemukan apa tujuan kuliahnya.
Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata
kuliah kependidikan, termasuk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang
merasakan adanya kebutuhan dan kekurangan motivasi). Pikirannya selalu
terganggu bahwa seolah-olah dia sedang kuliah pada Fakutas Ekonomi di Perguruan
Tinggi yang diidam-idamkannya dan dia merasa seolah-olah bakal menjadi Ekonom
(fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah, sekalipun dia masuk kuliah hanya
sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan dan takut dinyatakan tidak
lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberikan dosen pun jarang
dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu telat disetorkan.
Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan studi yang tidak
sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko orang tua akan
marah besar terhadap dirinya (conflict).
Selama satu semester mengikuti perkuliahan Psikologi
Pendidikan, dia hanya memperoleh sebagian kecil saja pengetahuan, sikap dan
keterampilan tentang psikologi pendidikan dan pada akhirnya dia dinyatakan
tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti remedial. Sambil menangis (regresi),
dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak becus mengajar (proyeksi).
D.
Hubungan Antara
Kebudayaan dan Perilaku
Antara manusia dan
kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua
tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan
dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses
internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan
antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia
tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap
kebudayaan yaitu sebagai :
Ø penganut kebudayaan,
Ø pembawa kebudayaan,
Ø manipulator kebudayaan
Ø
pencipta kebudayaan
Pembentukan kebudayaan
dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan
penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang
menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.
Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan.
Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa
kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam
bertingkah laku.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Budaya sangat
berpengaruh sekali terhadap perilaku dalam sebuah organisasi. Karena budaya
organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama yang dapat
memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Budaya
organisasi juga sebagai perspektif untuk memahami perilaku individu dan
kelompok dalam suatu organisasi.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan
atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas
tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung.
B.
Saran
Sebagaimana yang telah
kita ketahui bahwa kebudayaan mengalami perkembangan (dinamis) sesuai dengan
perkembangan manusia itu sendiri, oleh sebab itu tidak ada kebudayaan yang
bersifat statis. Dengan demikian, kebudayaan akan mengalami perubahan. Oleh
karena itu sebagai manusia dan masyarakat sudah kewajiban kita melestarikan dan
menjaga kelestarian budaya tersebut. Dan yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana
kita menyikapi dan memilah milah kebudayaan asing yang masuk dan mengintervensi
kebudayaan asli yang kita kita miliki.
DAFTAR
PUSTAKA
http://blok.Poltek.Malang ac.id//20090526// Budaya Organisasi
http://mpikelasb.blogspot.com/2010/01/makalah-pengaruh-budaya-terhadap.html
http://ruangchandra.blogspot.com/2011/03/makalah-hubungan-antara-budaya-dan.html
http://ruangchandra.blogspot.com/2011/03/makalah-hubungan-antara-budaya-dan.html
Ndraha,
Taliziduhu, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999
John M.
Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen
Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007
Robbins, Stephen
P. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama,
2002
Robbins, Stephen
P. Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Indeks, 2006
Thoha, Miftah,
Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Wahab, Abdul
Azis, Anatomi organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung:, penerbit
Alfabeta, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar