Jumat, 31 Januari 2014

MAKALAH BUDAYA DAN PEMBENTUKAN PERILAKU



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Pada hakikatnya manusia tidak mungkin hidup tanpa keberadaan orang lain karena kodratnya sebagai mahluk social. Kehidupan bersama dengan orang lain tentu dilandasi oleh aturan-aturan tertentu, karena setiap orang tidak dapat berbuat semaunya sendiri. manusia cenderung ingin hidup bebas karena kodratya yang lain sebagai mahluk individu, sehingga manusia diciptakan dengan karakteristik tersendiri. Akan tetapi kalau keinginan tersebut dipaksakan akan berbenturan dengan keinginan dan kepentingan pihak lain dan menimbulkan pertentangan oleh karena itu untuk mencapai keteraturan dan kenyamanan hidup bersama dengan orang lain, maka dibuat suatu aturan-aturan yang disepakati bersama tentang apa yang boleh dilakukan, apa yang harus dilakukan, apa yang sebaiknya dilakukan, atau apa yang jelas-jelas merupakan larangan dalam kehidupan bersama.
Manusia menjadikan nilai sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam segala tingkahlaku dan perbuatan. Dalam pelaksanaannya nilai-nilai diwujudkan dalam bentuk norma sehingga merupakan larangan, hal yang tidak diinginkan. Nilai-nilai yang ditanamkan pada seseorang oleh lingkungannya akan membentuk cara ia memandang lingkungannya dan bersikap dalam bidup. Kebiasaan dengan nilai-nilai itu pada akhirnya akan menumbuhkan tabiat, karena dengan tata nilai itulah pandangan dan sikapnya akan dikendalikan. kemauan yang kuat dan tindakan seseorang akan membentuk cara hidup. Cara hidup orang perorangan bila kemudian menjadi cara hidup sekelompok masyarakat akan membentuk kebudayaan. Sehingga yang membentuk kebudayaan adalah tata nilai yang dianut seseorang. Bila tata nilai yang dianut berbeda sehingga berbeda pula pandangan hidupnya, sikap hidup, cita-cita, tingkahlaku atau perbuatan, maka akan beda pula kebudayaannya. Untuk itu agar kita lebih memahami maka disini akan dibahas tentang budaya dan pembentukan prilaku.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari budaya dan pembentukan prilaku ?
2.      Bagaimana proses pembentukan prilaku ?

C.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Menambah wawasan penulis budaya dan pembentukan perilaku
2.      Memberikan informasi mengenai budaya dan pembentukan perilaku dalam organisasi
3.      Melengkapi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.      BUDAYA ATAU KEBUDAYAAN
1.    Pengertian Budaya atau Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.  Budaya  adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke enerasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,  pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa, sebagai-mana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.  Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya yang mana budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. "Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Karakteristik Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar dan dapat berubah, itu terjadi ‘hanya jika’ ada jaringan interaksi antar manusia dalam bentuk komunikasi antar pribadi maupun antar kelompok budaya yang terus menerus. Dalam hal ini, seperti yang dikatakan oleh Edward T. Hall, budaya adalah komunikasi, komunikasi adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk mendapatkannya dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain. Edward T. Hall menegaskan bahwa hanya manusialah yang memiliki kebudayaan, sedangakan binatang tidak. Karaktersitik dari kebudayaan membentuk perilaku – perilaku komunikasi yang khusus, yang tampil dalam konsep subkultur. Subkultur adalah kebudayaan yang hanya berlaku bagi anggota sebuah komunitas dalam satu kebudayaan makro. Sebagai contoh para homosex atau lesbi mempunyai kebudayaan khusus, apakah itu dari segi pakaian, makanan, istilah, atau bahasa yang digunakan sehari-hari.

2.    Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki makna yang luas, antara lain: 
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Mondy dan Noe (1996), budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Hodge, Anthony dan Gales (1996) mendefinisikan budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable).
Pada level observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level unobservable, budaya organisasi mencakup shared values, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan-keadaan disekitarnya.
Budaya organisasi juga mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama menangkap hakikat dari budaya organisasi.
a.       Inovasi dan pengambilan resiko
b.      Perhatian terhadap detail 
c.       Orientasi hasil
d.      Orientasi orang
e.       Orientasi tim
f.       Keagresifan 
g.      Kemantapan
Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.

3.    Peranan Budaya
Dari pengertian budaya organisasi di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

4.    Tingkat Budaya
Schein membagi ke dalam tiga tingkatan budaya, yaitu:
a.       Artifacts, yaitu struktur dan proses organisasional purba yang dapat diamati tapi sulit ditafsirkan.
b.      Espaused Values, yaitu tujuan, strategi dan filsafat
c.       Basic Underlaying Assumptions, yaitu kepercayaan, persepsi, perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
Jika dihubungkan dengan nilai, tingkatan budaya dapat dibagi menurut kuantitas dan kualitas sharing (keberbagian) suatu nilai dalam masyarakat:
v  Semakin banyak anggota masyarakat (aspek kuantitatif) yang menganut, memiliki dan menaati suatu nilai, maka semakin tinggi tingkat budayanya.
v  Semakin mendasar penataan nilai (aspek kualitatif), semakin kuat budayanya


5.    Fungsi Budaya
Budaya memiliki beberapa fungsi di dalam suatu organisasi, antara lain:
a.       Budaya memiliki suatu peran batas-batas penentu, yaitu budaya menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b.      Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota organisasi.
c.       Budaya mempermudah penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu
d.      Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan organisasi dengan menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.
e.       Budaya bertugas sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang memberikan panduan dan bentuk perilaku serta sikap karyawan 

B.       PERILAKU
1.    Pengertian Perilaku
Perilaku dari aspek biologis  diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Skinner (1938) dalam Soekidjo Notoadmodjo, 2005 mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar. Dengan demikian prilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus Organisme Respons, yang biasa disebut S-O-R. Selanjutnya teori skinner menjelaskan ada dua jenis respon yaitu :
v  Respondent respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi-raksi yang relatif tetap.
v  Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer , karena berfungsi untuk memperkuat respons..
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal.

2.    Perilaku Organisasi
Memahami perilaku orang dalam organisasi kini dianggap penting karena perhatian manajemen seperti produktivitas karyawan, kualitas kehidupan kerja, tekanan pekerjaan, dan kemajuan karir terus menjadi berita utama,
Pandangan multidisiplin dari perilaku organisasi mengilustrasikan sejumlah poin penting. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir. Perilaku dipandang beroperasi pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan bahwa ketika kita mempelajari perilaku organisasi, kita harus mengidentifikasikan dengan jelas tingkat analisis yang digunakan individu, kelompok, atau organisasi. Kedua, perilaku organisasi adalah multidisiplin. Ini berarti bahwa ilmu ini menggunakan prinsip, model, teori, dan metode dari berbagai disiplin yang lain. Ketiga, terdapat orientasi humanistik yang tampak jelas dalam perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi, kapasitas pembelajaran, perasaan, dan tujuan mereka merupakan hal yang penting bagi organisasi. Keempat, bidang perilaku organisasi berorientasi pada kinerja. Kelima, karena bidang perilaku organisasi sangat bergantung pada disiplin yang diakui, peran metode ilmiah dalam mempelajari variabel dan hubungan dianggap penting. Karena metode ilmiah digunakan dalam penelitian mengenai perilaku organisasi, serangkaian prinsip dan petunjuk mengenai apa yang membentuk penelitian yang baik telah muncul. Keenam, bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan yang jelas, bidang ini berkaitan dengan pencarian akan jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul dalam konteks pengelolaan organisasi.
Perilaku organisasi memiliki beberapa pengertian antara lain: 
a.    Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. 
b.    Menurut Larry L Cummings bahwa perilaku organisasi adalah suatu cara berpikir, suatu cara untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan pemecahan. 
c.    Menurut Joe Kelly bahwa perilaku organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem studi dari sifat organisasi, seperti misalnya: bagaimana organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang, dan bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota sebagai individu, kelompok-kelompok pemilih, organisasi-organisasi lainnya dan institusi-institusi yang lebih besar
Serentetan definisi tentang perilaku organisasi selalu titik awal pemberangkatannya dimulai dari perilaku manusia dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek psikologi dari tingkah laku individu.
Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan, seperti yang dijelaskan oleh Duncan, antara lain: 
a.    Studi perilaku organisasi termasuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia di dalam organisasi.
b.    Perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
c.    Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan pekerjaan bisa dijalankan.
Perilaku organisasi dapat dipahami lewat suatu penelaahan dari bagaimana organisasi itu dimulai, tumbuh, dan berkembang, dan bagaimana pula suatu struktur, proses, dan nilai dari suatu sistem tumbuh bersama-sama yang memungkinkan mereka dipelajari dan disesuaikan pada lingkungan. 

3.    Tujuan Perilaku Organisasi 
Tujuan dari perilaku organisasi adalah untuk membantu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia.
a.       Penjelasan
Ketika kita mencari jawaban dari mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan sesuatu, kita sebenarnya sedang mencari penjelasan mengenai tujuannya. Dari sudut pandang manajemen, tujuan ini dipandang kurang begitu penting dibandingkan dengan dua sasaran lainnya, karena sasaran tersebut terjadi setelah adanya fakta. Namun, jika kita ingin memahami sebuah fenomena, kita harus memulai dengan mencoba menjelaskannya. Selanjutnya, kita dapat menggunakan pemahaman ini untuk menentukan penyebabnya. 
b.      Prediksi
Tujuan dari melakukan prediksi adalah untuk memfokuskan diri pada kejadian di masa mendatang. Prediksi berusaha menentukan hasil apa yang akan didapatkan dari suatu tindakan tertentu. Seorang manajer sebuah dari pabrik kecil yang berusaha memperkirakan bagaimana reaksi para karyawan terhadap pemasangan peralatan robot baru, telah melakukan prediksi. Berdasarkan ilmu perilaku organisasi, manajer tersebut dapat meramalkan reaksi perilaku terhadap perubahan. Tentu saja terdapat berbagai cara untuk mengimplementasikan perubahan besar tersebut. Jadi manajer dapat memperkirakan tanggapan para karyawan terhadap beberapa intervensi perubahan. Dengan cara ini manajer dapat mengantisipasi pendekatan mana yang akan menghasilkan tingkat resistensi karyawan yang paling rendah dan menggunakan informasi ini dalam pengambilan.
c.       Pengendalian
Tujuan perilaku organisasi adalah menggunakan ilmu perilaku organisasi untuk mengendalikan perilaku untuk meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka. 

C.      Proses Pembentukan Budaya dan Perilaku
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa pembentukan budaya organisasi terjadi saat anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi.  Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja. Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption” Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi : 
v  Share things, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.
v  Share sayings, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seperti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.
v  Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
v  Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi harus mencakup faktor-faktor antara lain: keyakinan, nilai, norma, gaya, kredo dan keyakinan terhadap kemampuan pekerja. Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial yang bisa dilaksanakan antara lain berupa :
v  Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
v  Menentukan batas-batas antar kelompok.
v  Distribusi wewenang dan status.
v  Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
v  Menentukan imbalan dan ganjaran.
v  Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.
Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi/perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis yaitu :
v  Pengaruh dari pimpinan/pihak yayasan yang dominan
v  Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
v  Teknologi, produksi dan jasa
v  Industri dan kompetisinya/ persaingan.
v  Pelanggan/stakehoulder akademis
v  Harapan perusahaan/organisasi
v  Sistem informasi dan kontrol
v  Peraturan dan lingkungan perusahaan
v  Prosedur dan kebijakan
v  Sistem imbalan dan pengukuran
v  Organisasi dan sumber daya
v  Tujuan, nilai dan motto.

Menurut Lowrence Green, perilaku ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor :
1.         Faktor predisposisi (predis posing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai–nilai dan sebagainya.
2.         Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam linkungan fisik, tersedia atau tidak tersedia sarana.
3.         Faktor pendorong (reinforcement factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku, kebijakan dan lain–lain.
Selain itu perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan Motivasi, Faktor perangsang dan penguat, pengaruh sikap dan kepercayaan.
-      Motivasi: Dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik), bukan pengaruh lingkungan (motivasi ekstrinsik)
-      Faktor Perangsang dan Penguat: Untuk meningkatkan motivasi berperilaku dapat dilakukan dengan 4 cara sebagai berikut:
a.    Memberi hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah, promosi pendidikan dan jabatan.
b.    Kompetisi atau persaingan sehat.
c.    Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan antara (pace making
d.   Memberi informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, untuk mendorong lebih berhasil.
-      Pengaruh Sikap dan Kepercayaan:
·       Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku, baik sikap positif      maupun negative
·       Hal lain yang mempengaruhi perilaku adalah kepercayaan yang dimiliki seseorang
Contoh :
Astrajingga rekan seangkatan Arjuna. Dia bercita-cita menjadi seorang ekonom, karena gagal mengikuti mengikuti testing pada Fakultas Ekonomi di Perguruan Tinggi ternama melalui jalur UMPTN (frustration), kemudian dia dipaksa orang tuanya untuk melanjutkan pada salah satu program studi di FKIP UNIKU (motivasi ekstrinsik/substitusi), sehingga selama kuliah, dia belum menemukan apa tujuan kuliahnya.
Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata kuliah kependidikan, termasuk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang merasakan adanya kebutuhan dan kekurangan motivasi). Pikirannya selalu terganggu bahwa seolah-olah dia sedang kuliah pada Fakutas Ekonomi di Perguruan Tinggi yang diidam-idamkannya dan dia merasa seolah-olah bakal menjadi Ekonom (fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah, sekalipun dia masuk kuliah hanya sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan dan takut dinyatakan tidak lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberikan dosen pun jarang dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu telat disetorkan. Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan studi yang tidak sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko orang tua akan marah besar terhadap dirinya (conflict).
Selama satu semester mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia hanya memperoleh sebagian kecil saja pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan dan pada akhirnya dia dinyatakan tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti remedial. Sambil menangis (regresi), dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak becus mengajar (proyeksi).


D.      Hubungan Antara Kebudayaan dan Perilaku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai :
Ø  penganut kebudayaan,
Ø  pembawa kebudayaan,
Ø  manipulator kebudayaan
Ø  pencipta kebudayaan
Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Budaya sangat berpengaruh sekali terhadap perilaku dalam sebuah organisasi. Karena budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama yang dapat memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Budaya organisasi juga sebagai perspektif untuk memahami perilaku individu dan kelompok dalam suatu organisasi.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Perilaku dari aspek biologis  diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung.

B.       Saran
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kebudayaan mengalami perkembangan (dinamis) sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri, oleh sebab itu tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Dengan demikian, kebudayaan akan mengalami perubahan. Oleh karena itu sebagai manusia dan masyarakat sudah kewajiban kita melestarikan dan menjaga kelestarian budaya tersebut. Dan yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana kita menyikapi dan memilah milah kebudayaan asing yang masuk dan mengintervensi kebudayaan asli yang kita kita miliki.






DAFTAR PUSTAKA


http://blok.Poltek.Malang ac.id//20090526// Budaya Organisasi
Ndraha, Taliziduhu, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999
John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007
Robbins, Stephen P. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2002
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Indeks, 2006
Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wahab, Abdul Azis, Anatomi organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung:, penerbit Alfabeta, 2008