Sabtu, 29 Maret 2014

KARSTOLOGI

Karstologi  adalah Ilmu yang mempelajari fenomena karst dari berbagai aspek ilmiah secara interdisipliner.
Aspek-aspek ilmiah karstologi antara lain :
1.  Geomorfologi – topografi karst,                                11.  Masalah peternakan di kawasan karst.
2.  Morfogenesis karst.                                                    12.  Kependudukan di daerah karst.
3.  Micro karst forms- bentukan karst mikro.              13.  Masalah kesehatan di kawasan karst.
4.  Litologi dan stratigrafi batuan karbonat.                14.  Arkeologi.
5.  Hidrologi karst.                                                            15.  Paleontologi.
6.  Sedimentologi karst.                                                   16.  Pariwisata kawasan karst.
7.  Denudasi karst.                                                            17.  Konservasi kawasan karst.
8.  Ekologi karst.                                                                18.  Eksploitasi kawasan karst.
9.  Vegetasi karst.                                                              19.  Bendungan di kawasan karst.
10.  Masalah agraria di kawasan karst.                         20.  Nilai strategi kawasan karst
Dalam pembahasan kali ini  kita tidak akan  membahas semua aspek diatas, hanya sebagian saja yang akan kita bahas.
Pengertian Karst
Kata Karst berasal dari bahasa Slavia “Krs/Kras” yang berarti batu-batuan. Karst secara umum adalah istilah bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan Karbonat yang mempunyai bentuk berkelompok atau menjadi sebuah pegunungaan dan adapula yang berbentuk tunggal, pembentukkannya  dipengaruhi oleh proses pelarutan yang sangat tinggi di bandingkan dengan batuan di tempat lainnya dimanapun serta adanya proses Karstifikasi
Reaksi Kimia
H2O+CO2→H2CO3
Pelarutan kimiawi pada batuan karbonat oleh air(H2O) dipercepat oleh karbondioksida(CO2) yang berasal dari atmosfer yang jumlahnya sekitar 0,03% dan dari bawah permukaan tanah yang dihasilkan oleh pembusukan sisa-sisa tumbuhan atau humus yang sangat tinggi. Sehingga menghasilkan Asam Karbonat (H2C03) yang sangat reaktif terhadap batu gamping (CaCO3).
Menurut Jennings, 1971 dalam Ritter, 1978, karst adalah suatu kawasan dengan ciri relief dan drainase (pengaliran)  yang unik karena memiliki tingkat pelarutan batuan terhadap air alam (natural water) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain dimana pun. Definisi di atas mengandung dua pengertian pokok yaitu : pertama, bentuk lahan dan kenampakan permukaan lainnya yang unik yang terbentuk pada batuan dengan tingkat pelarutan yang tinggi atau dengan kata lain batuan tersebut mudah larut. Kedua, keunikan dan kekhasan sistem drainase kawasan karst dihasilkan dari proses karstifikasi. Proses pelarutan akan membuat dan memperbesar rongga-rongga dalam batuan. Hal ini mengakibatkan air yang berasal dari permukaan dengan jumlah yang cukup banyak akan terus meresap ke bawah permukaan sehingga membentuk sistem drainase bawah tanah tersendiri yang simultan dengan pola di permukaan.
Ciri – ciri bentang alam karst :
  1. Terdapat sejumlah cekungan atau depresi dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan – cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air, kedalaman dengan jarak yang berbeda – beda.
  2. Bukit – bukit kecil yang merupakan sisa – sisa erosi akibat pelarutan kimia pada batugamping, sehingga terbentuk bukit – bukit (conical hill).
  3. Sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan
  4. Terdapat sungai – sungai bawah permukan, adanya gua – gua kapur pada permukaan atau bawah permukaan atau stalagmit dan stalagtit.
  5. Terdapat tanah lempung tak larut berwarna merah kecoklatan sebagai endapan residul akibat pelarutan batugamping oleh air tanah.
  6. Permukaan yang kasar, pecah – pecah atau lubang – lubang karena pelarutan air tanah pada batugamping yang tidak tertutup oleh terrarosa.
Proses Pembentukan Karst           
Berdasarkan penelitian para ahli, topografi karst terbentuk dengan syarat-syarat sebagai berikut :
Menurut Thornbury, 1954.
  • Adanya batuan yang mudah larut, terutama batuan gamping.
  • Batuannya  tebal, banyak kekar (rekahan-rekahan).
  • Adanya lembah yang dibatasi oleh batuan yang mudah larut dan mempunyai kekar (rekahan).
  • Memiliki curah hujan sedang.
Menurut Corbei, 1957.
  • Terdapat batuan yang mudah larut pada permukaan atau bawah permukaan, dalam hal ini adalah batu gamping atau dolomit.
  • Mempunyai curah hujan yang sedang.
  • Batuan harus kompak (padat), mempunyai banyak kekar dan mempunyai struktur perlapisan.
  • Terdapat lembah-lembah utama pada ketinggian yang lebih rendah dari batuan yang mudah larut.
Pembentukan topografi karst dimulai pada saat air permukaan memasuki rekahan yang diikuti oleh pelarutan batuan pada zona rekahan tersebut.akibat adanya proses pelarutan tersebut, rekahan yang ada menjadi semakin lebar, akhirnya membentuk sungai bawah tanah atau gua.
Proses pearutan Kimiawi oleh air ini dipercepat oleh CO2 baik yang berasal dari atmosfer yang terdapat diatas permukaan tanah maupun yang berada dibawah permukaan sebagai hasil dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan atau humus. Kadar CO2 di permukaan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah kegiatan penguapan akar tumbuhan, kegiatan mikroba dan banyak sedikitnya fauna invertebrata yang hidup dipermukaan tanah. Untuk menjaga kelangsungan karstifikasi (proses alam yang membentuk bentangalam karst) mekanisme ini harus tetap dipertahankan CO2 yang bereaksi dengan air hujan akan membentuk H2CO3 yang sifatnya sangat reaktif terhadap batugamping(CaCO3) kadar CO2 di udara jumlahnya sekitar 0..03%. di dalam gua berkisar antara 0.1-3.75% semakin besar ke arah dalam (IUCN,1997), reaksi kimia yang umum terjadi dikawasan baatugamping adalah :
H2O+CO2                                                        H2CO3
H2CO3                                                             HCO3+HI
H2CO3+CaO                                                   CaCO3+H2O
CaCO3+ H2O+ CO2                                         Ca(HCO3)2
akibat proses pelarutan yang terus-menerus terbentuklah topografi karst dengan berbagai bentang alamnya.
Topografi
Tofografi karst hampir dapat dijumpai pada semua daerah di dunia, bahkan termasuk di daerah Artic dan daerah Arid. Tetapi pada umumnya topografi karst dapat berkembang dengan baik pada daerah dengan iklim tropis (Ritter,
Beberapa kalangan mengidentikkan istilah karst dengan daratan yang mempunyali litologi batu gamping saja, namun pada dasarnya daratan dengan litologi batuan mudah larut lainnya seperti gipsum, salt (garam), dolomit dan es glester juga bisa diistilahkan sebagai karst. Dengan syarat, pada daerah tersebut telah terjadi proses pelarutan batuannya oleh air alam.
Tofografi karst dibedakan atas dasar :
1.      Penutup
a.      Bare karst (karst terbuka).
b.      Covered karst (karst tertutup).
2.      Letak
a.      Low land karst (karst dataran rendah).
b.      High land karst (karst dataran tinggi).
3.      Iklim
a.       Karst tropis.
b.      Karst iklim dingin.
4.      Tebal.
a.       Holo karst (karst yang tebal).
b.      Mero karst (karst yang tipis).
Bentang alam hasil Karstifikasi
a.      Eksokarst
            adalah bentukan morfologi pada kawasan karst yang dijumpai dipermukaan yang terbentuk secara alamiah, diantanya :
  •  Dolina
Lekukan yang tertutup pada permukaan batu gamping yang mempunyai diameter beberapa meter sampai 1 km dengan kedalaman 100 meter. di amerika disebut Sinkhole. Pembentukkan dolina ini dibentuk oleh pelarutan dan ada juga yang terbentuk akibat runtuhan, lembah dolina sering dialiri oleh sungai permukaan yang aliran sungai tersebut biasanya langsung menghilang masuk kedalam tanah. lubang masuk itu yang disebut stream sink atau swallow hole.
  •  Polje
Istilah ini untuk menunjukkan lekukan lembah tertutup yang sangat besar, panjang dan lebarnya mencapai beberapa km, dasar polje yang umumnya rata dan dibatasi oleh batu gamping yang sangat curam.
  • Uvala
            merupakan gabungan dolina yang letaknya berdekatan yang membentuk lekukan topografi yang sangat besar seperti lapangan.
  • Blind Valley (lembah buntu)
sungai permukaan sering mengaliri daerah kasrt pada musim hujan tetapi hanya untuk jarak dekat dan kemudian menghilang pada suatu tempat, yaitu pada swallow hole Blind valley ini terbentuk karena swallow hole tidak sanggup menampung volume yang air yang sangat besar yang menjadikkan Blind valley ini sebagai danau sementara, dan
  • Cenote
terbentuk akibat atap gua yang runtuh pada lorong sungai bawah tanah, dimana permukaan airnya terlihat tinggi menyerupai danau dengan dinding tegak lurus dasar danau, dan sebagainya.
b.      Endokarst
adalah fenomena yang dapat dilihat dibawah permukaan, dicirikan oleh adanya sistem perguaan dan aliran tanah bawah permukaan.
  • Perguaan
  • Aliran sungai bawah tanah
  • Kolam air (statis)
  • Air terjun
Lingkungan Fisik kawasan karst yang mudah berubah dan bersifat rapuh menyebabkan semua kegiatan yang menghasilkan dampak buruk bagi kawasan karst harus ditiadakan, jika manusia ingin melestarikan kawasan yang unik ini, maka semua kegiatan yang cenderung menurunkan daya dukung kawasan ini harus dihentikan. dalam kaitannya dengan pengelolaan, segala bentuk perubahan sekecil apapun harus diperhitungkan dampak negatifnya dengan demikian kawasan karst dapat dikelola secara berkelanjutan.
Bentang Alam Karst
Gambar 1. Bentang Alam Pegunungan Karst
Speleotem
Gambar 2. Ornamen/Hiasan Goa (Speleotem)

Sedikit Tenang Stratigrai

Yuk kita simak dulu nih ada sedikit tentang stratigfi, yuhuuu….

1 .Pendahuluan
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama (superposisi). Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan batuan yang terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu tempat ke tempat lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang berlaku umum untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William Smith dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan, hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi.
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan dan kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”, yang artinya gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu.
- Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
-Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap lapis batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan batuan tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya adalah “selaras” (conformity) atau “tidak selaras” (unconformity).
-Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.
-Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasang-surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik, Bathyal, atau Hadal)
-Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut dan biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping formasi Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa formasi Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir
2. Sandi Stratigrafi
Pada hakekatnya ada hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan di alam, dalam kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi membahas aturan, hubungan, kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada para ahli geologi yang bekerja mempunyai persepsi yang sama dalam cara penggolongan stratigrafi. Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk tercapainya keseragaman dalam tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui adanya satuan lithostratigrafi, satuan litodemik, satuan biostratigrafi, satuan sekuen stratigrafi, satuan kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini dapat dipakai untuk semua macam batuan.
Berikut ini pengertian pengertian mengenai Sandi Stratigrafi sebagai berikut:
- Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas dikenal sebagai satuan stratigrafi.
- Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain.
- Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
- Tatanama Satuan Stratigrafi Resmi dan Tak Resmi. Dalam Sandi Stratigrafi diakui nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian satuan resmi dan tak resmi masing-masing satuan stratigrafi, menganut batasan satuan yang bersangkutan. Penamaan satuan tak resmi hendaknya jangan mengacaukan yang resmi.
- Stratotipe atau Pelapisan Jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan stratigrafi. Tipe ini merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi. Stratotipe hendaknya memberikan kemungkinan penyelidikan lebih lanjut.
1) Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi beberapa sayatan komponen
2) Hipostratotipe ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder) untuk memperluas keterangan pada stratotipe;
3) Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya satuan stratigrafi.
- Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.
- Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi atau dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu. Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horison batuan, horison fosil dan sebagainya. Istilah istilah seperti : datum, marker, lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam keperluan korelasi.
- Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya.
1. Satuan Lithostratigrafi
– Azas Tujuan:
Pembagian litostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuan didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat di-amati di lapangan, sedangkan batas penyebarannya tidak tergantung kepada batas waktu.
- Satuan Resmi dan Tak Resmi:
Satuan litostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi, sedangkan satuan litostratigrafi tak resmmi ialah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
- Batas dan Penyebaran Satuan Satuan Litostratigrafi:
1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter).
3. Satuan satuan yang berangsur berubah atau menjemari, peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi.
4. Penyebaran satuan satuan litostratigrafi semata mata ditentukan oleh kelanjutan ciri ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebarasan suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan.
- Tingkat-tingkat Satuan Litostratigrafi:
1. Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi dari besar sampai kecil adalah: Kelompok, Formasi dan Anggota.
2. Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi.
- Stratotipe atau Pelapisan Jenis:
1. Suatu stratotipe merupakan perwujudan alamiah satuan litostratigrafi resmi di lokasi tipe yang dapat dijadikan pedoman umum.
2. Letak suatu stratotipe dinyatakan dengan kedudukan koordinat geografi.
3. Apabila pemerian stratotipe suatu satuan litostratigrafi di lokasi tipenya tidak memungkinkan, maka sebagai gantinya cukup dinyatakan lokasi tipenya.
- Tatanama Satuan Litostratigrafi :
Tatanama satuan litostratigrafi resmi ialah dwinama (binomial). Untuk tingkat Kelompok, Formasi dan Anggota dipakai istilah tingkatnya dan diikuti nama geografinya.
2. Satuan Litodemik
- Azas Tujuan:
Pembagian satuan litodemik dimaksudkan untuk menggolongkan batuan beku, metamorf dan batuan lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi kepada ciri-ciri litologi. Batuan penyusun satuan litodemik tidak mengikuti kaidah Hukum Superposisi dan kontaknya dengan satuan litostratigrafi dapat bersifat extrusif, intrusif, metamorfosa atau tektonik.
- Batas dan Penyebaran Satuan Litodemik:
Batas antar Satuan Litodemik berupa sentuhan antara dua satuan yang berbeda ciri litologinya, dimana kontak tersebut dapat bersifat ekstrusif, intrusif, metamorfosa, tektonik atau kontak berangsur.
- Tingkat Tingkat Satuan Litodemik:
1. Urutan tingkat Satuan Litodemik resmi, masing-masing dari besar ke kecil adalah: Supersuite, Suite, dan Litodem.
2. Litodem adalah satuan dasar dalam pembagian Satuan Litodemik, satuan dibawah litodem merupakan satuan tidak resmi.
- Tata Nama Satuan Litodemik:
Tatanama Satuan dasar Litodemik yang terdiri dari nama geografi dan ciri utama komposisi litologinya, misalnya Diorit Cihara.
3. Satuan Biostratigrafi
– Azas Tujuan:
1. Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan satuan bernama berdasar kandungan dan penyebaran fosil.
2. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasar kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.
3. Satuan Resmi dan Tak Resmi:
Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
- Kelanjutan Satuan
Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran kandungan fosil yang mencirikannnya.
- Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi
1. Zona ialah satuan dasar biostratigrafi
2. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil atau lebih.
3. Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula,
4. Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi, dibedakan: Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, dan Zona Selang
- Zona Kumpulan
1. Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang terdiri oleh kumpulan alamiah fosil yang hkas atau kumpulan sesuatu jenis fosil.
2. Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan kehidupan purba dapat juga dipakai sebagai penciri waktu.
3. Batas dan kelanjutan zona Kumpulan ditentukan oleh batas terdapat bersamaannya (kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam kesinambungan yang wajar.
4. Nama Zona Kisaran harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang menjadi penciri utama kumpulannya.
- Zona Kisaran:
1. Zona kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi untur terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada
2. Kegunaan Zona Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan sebagai dasar untuk penempatan batuan batuan dalam skala waktu geologi
3. Btasa dan Kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan mendatar takson (takson-takson) yang mencirikannya.
4. Nama Zona Kisaran diambil dari satu jenis atau lebih yang menjadi ciri utama Zona.
- Zona Puncak:
1. Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan maksimum suatu takson tertentu.
2. Kegunaan Zona Puncak dalam hal tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat dipakai sebagai petunjuk lingkungan pengendapan purba, iklim purba
3. Batas vertikal dan lateral Zona Puncak sedapat mungkin bersifat obyektif
4. Nama-nama Zona Puncak diambil dari nama takson yang berkembang secara maksimum dalam Zona tersebut.
- Zona Selang:
1. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua takson penciri.
2. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan
3. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan awal atau akhir dari takson-takson penciri.
4. Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang merupakan batas atas dan bawah zona tersebut.
- Zona Rombakan:
Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil rombakan, berbeda jauh dari pada tubuh lapisan batuan di atas dan di bawahnya.
- Zona Padat
Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan kepadatan populasi jauh lebih banyak dari pada tubuh batuan di atas dan dibawahnya.
4. Satuan Sikuenstratigrafi
- Azas Tujuan:
1. Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan batuan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan gerak relatif muka laut. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan peristiwa geologi.
2. Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh lapisan batuan yang terbentuk dalam satuan waktu tertentu pada satu siklus perubahan relatif muka laut.
- Batas Satuan:
Batas atas dan bawah satuan sikuenstratigrafi adalah bidang bidang ketidakselarasan atau bidang keselarasan padanannya.
- Tingkat Tingkat Satuan Sikuenstratigrafi
1. Urutan tingkat satuan sikuenstratigrafi, masing-masing dari besar sampai kecil adalah Megasikuen, Supersikuen dan Sikuen.
2. Sikuen ialah satuan dasar dalam pembagian satuan sikuenstratigrafi.
- Satuan Resmi dan Tak resmi:
Satuan sikuenstratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan satuan tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
- Tatanama Satuan Sikuenstratigrafi:Tatanama satuan sikuenstratigrafi resmi ialah dwinama (binomial). Untuk tingkat sikuen atau yang lebih tinggi, dipakai istilah tingkatnya dan diikuti nama geografi lokasitipenya (yang mudah dikenal).
5.Satuan Kronostratigrafi
- Azas Tujuan:
Pembagian kronostratigrafi ialah penggolongan lapisan-lapisan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi. Interval waktu geologi ini dapat ditentukan berdasar geo-kronologi atau metoda lain yang menunjukkan kesamaan waktu. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan penafsiran geologi secara lokal, regional dan global.
- Hubungan Kronostratigrafi dan Geokronologi:
Bagi setiap Satuan Kronostratigrafi terdapat satuan geokronologi bandingannya: Eonotem dengan Kurun, Eratem dengan Masa, Sistem dengan Zaman, Seri dengan Kala dan Jenjang dengan Umur.
- Stratotipe dan Batas satuan:
1. Dalam Kronostratigrafi dikenal Stratotipe Satuan dan Stratotipe Batas
2. Stratotipe Satuan adalah sayatan selang stratigrafi yang dibatasi oleh stratotipe batas atas dan bawah di tempat asal nama satuan.
3. Stratotipe Batas ialah tipe batas bawah dan atas satuan
4. Batas satuan kronostratigrafi ialah bidang isokron.
5. Batas satuan kronostratigrafi ditetapkan pada stratotipe, berdasarkan pertimbangan obyektif.
- Tingkat Tingakat Satuan Kronostratigrafi:
1. Urutan tingkat satuan kronostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil ialah: Eonotem, Sistem, Seri, dan Jenjang. Satuan ini dapat diberi awalan “Super” bila tingkatnya dianggap lebih tinggi daripada satuan tertentu, tetapi lebih rendah dari satuan lebih besar berikutnya. Dalam hal sebaliknya awalan yang dipergunakan adalah “Sub”,
2. Bidang lapisan pada dasarnya adalah bidang kesamaan waktu, oleh karena itu satu lapisan yang menerus, cirinya mudah dikenal serta mempunyai pelamparan luas, dapat merupakan penunjuk kesamaan waktu dan dinamakan lapisan pandu. Selang antara dua lapisan pandu disebut Selang Antara.
3. Lapisan yang ditandai oleh keseragaman polaritas geomagnit yang mempunyai kesamaan waktu dinamakan Selang Polaritas.
- Penyebaran Satuan Kronostratigrafi:
Kelanjutan suatu satuan kronostratigrafi dari stratotipe hanya mungkin, bila terdapat bukti-bukti akan adanya kesamaan waktu.
- Urutan Satuan kronostratigrafi:
Pembagian Kronostratigrafi dalam Sandi adalah seperti tercantum pada Skala Waktu Geologi
- Satuan Kronostratigrafi Tak Resmi:
Pemakaian istilah satuan kronostratigrafi tak resmi tidak boleh mengacaukan istilah satuan resmi.
- Pembagian Geokronologi:
Pembagian waktu geologi ialah pembagian waktu menjadi interval-interval tertentu berdasarkan peristiwa geologi. Interval waktu geologi ini disebut sebagai satuan geokronologi. Cara penentuannya didasarkan atas analisis radiometrik atau isotropik.
- Tingkat satuan Geokronologi:
Tingkat-tingkat satuan geokronologi dari besar ke kecil adalah: Kurun, Masa, Zaman, Kala, dan Umur.
6. Satuan Tektonostratigrafi
– Azas Tujuan:
Pembagian tektonostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan suatu kawasan di bumi, yang tergolong pinggiran lempeng aktif, baik yang menumpu (plate convergence) ataupun memberai (plate divergence) menjadi mintakat-mintakat (terrances). Penentuan mintakat didasarkan pada asal-usul terbentuknya dan bukan pada keterdapatannya, dan karenanya mintakat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu 1). Atockton (Autochthonous), 2). Alokton (Allochthonous) dan 3). Para-Atokton (Para-autochthonous). Penentuan batas penyebarannya ditentukan oleh kegiatan tektonik pada waktu tertentu.
- Tingkat Tingkat Satuan Tektonostratigrafi:
1. Urutan tingkat satuan tektonostratigrafi resmi, mulai dari yang terbesar: Lajur (Zone), Komplek (Complex), Mintakat (Terrane), dan Jalur (Belt).
2. Mintakat adalah satuan dasar dalam pembagian satuan tektonostratigrafi.
3. Pengukuran Stratigrafi
Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan batuan / satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan.
Di lapangan, pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dalam suatu lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan batuannya, sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak begitu besar.
3.1 Metoda Pengukuran Stratigrafi
Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-urutan perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam arah vertikal, dan lingkungan pengendapan. Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian geologi.
Secara umum tujuan pengukuran stratigrafi adalah:
1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi (formasi), kelompok, anggota dan sebagainya.
2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk menafsirkan lingkungan pengendapan.
Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan singkapan yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi yang resmi. Metoda pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya. Namun demikian metoda yang paling umum dan sering dilakukan di lapangan adalah dengan menggunakan pita ukur dan kompas. Metoda ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi suatu penampang stratigrafi.
Metoda pengukuran stratigrafi dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:
1. Menyiapkan peralatan untuk pengukuran stratigrafi, antara lain: pita ukur (± 25 meter), kompas, tripot (optional), kaca pembesar (loupe), buku catatan lapangan, tongkat kayu sebagai alat bantu.
2. Menentukan jalur lintasan yang akan dilalui dalam pengukuran stratigrafi, jalur lintasan ditandai dengan huruf B (Bottom) adalah mewakili bagian Bawah sedangkan huruf T (Top) mewakili bagian atas.
3. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok-patok atau tanda lainnya pada batas-batas satuan litologinya.
4. Pengukuran stratigrafi di lapangan dapat dimulai dari bagian bawah atau atas. Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah: arah lintasan (mulai dari sta.1 ke sta.2; sta.2 ke sta.3. dst.nya), sudut lereng (apabila pengukuran di lintasan yang berbukit), jarak antar station pengukuran, kedudukan lapisan batuan, dan pengukuran unsur-unsur geologi lainnya.
5. Jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan berubah rubah sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan dipergunakan rata-ratanya.
6. Membuat catatan hasil pengamatan disepanjang lintasan pengkuran stratigrafi yang meliputi semua jenis batuan yang dijumpai pada lintasan tersebut, yaitu: jenis batuan, keadaan perlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan, struktur sedimen (bila ada), dan unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap perlu. Jika ada sisipan, tentukan jaraknya dari atas satuan.
7. Data hasil pengukuran stratigrafi kemudian disajikan diatas kertas setelah melalui proses perhitungan dan koreksi-koreksi yang kemudian digambarkan dengan skala tertentu dan data singkapan yang ada disepanjang lintasan di-plot-kan dengan memakai simbol-simbol geologi standar.
8. Untuk penggambaran dalam bentuk kolom stratigrafi, perlu dilakukan terlebih dahulu koreksi-koreksi antara lain koreksi sudut antara arah lintasan dengan jurus kemiringan lapisan, koreksi kemiringan lereng (apabila pengukuran di lintasan yang berbukit), perhitungan ketebalan setiap lapisan batuan dsb.
3.2. Perencanaan lintasan pengukuran
Perencanaan lintasan pengukuran ditetapkan berdasarkan urut-urutan singkapan yang secara keseluruhan telah diperiksa untuk hal hal sebagai berikut:
a. Kedudukan lapisan (Jurus dan Kemiringan), apakah curam, landai, vertikal atau horizontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jurus.
b. Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan secara kontinu tetap atau berubah rubah. Kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang, seperti sinklin, antiklin, sesar, perlipatan dan hal ini penting untuk menentukan urut-urutan stratigrafi yang benar.
c. Meneliti akan kemungkinan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang dapat diikuti di seluruh daerah serta penentuan superposisi dari lapisan yang sering terlupakan pada saat pengukuran.
3.3.Menghitung Ketebalan
Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang atas (top). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran di lapangan tidak dilakukan dalam bidang yang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus:
d = dt x cosinus ß ( ß = sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran).
Didalam menghitung tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan. Apabila arah sudut lereng yang terukur tidak tegak lurus dengan jurus perlapisan, maka perlu dilakukan koreksi untuk mengembalikan kebesaran sudut lereng yang tegak lurus jurus lapisan. Biasanya koreksi dapat dilakuan dengan menggunakan tabel “koreksi dip” untuk pembuatan penampang.
1. Pengukuran pada daerah datar (lereng 0o)
Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus, ketebalan langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin ∂ (dimana d adalah jarak terukur di lapangan dan ∂ adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila pengukuran tidak tegak lurus jurus, maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada cara diatas.
2. Pengukuran pada Lereng
Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti diperlihatkan pada gambar 8.5 dan gambar 8.6. { Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (∂) adalah pada keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope” }.
a. Kemiringan lapisan searah dengan lereng.
Bila kemiringan lapisan (∂ ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah :
T = d sin (∂ – s ). (Gambar 8.5 b)
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudutlereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah:
T = d sin (s – ∂ ). (Gambar 8.5 c)
posisi pengukuran pada daerah miring
Gambar 8.5 Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan kemiringan lapisan
b. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus maka:
T = d sin ( ∂ + s ) (Gambar 8.6 b)
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka :
T = d (Gambar 8.6 c)
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka :
T = d sin (1800 – ∂ – s) (Gambar 8.6 d )
Bila lapisannya mendatar, maka :
T = d sin (s)
pada daerah miring
Gambar 8.6 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan kemiringan lapisan
Penyajian hasil pengukuran stratigrafi seperti yang terlihat pada gambar 8.7 dibawah ini. Adapun penggambaran urutan perlapisan batuan/satuan batuan/satuan stratigrafi disesuaikan dengan umur batuan mulai dari yang tertua (paling bawah) hingga yang termuda (paling atas)
Urutan perlapisan batuan
Seringkali hasil pengukuran stratigrafi disajikan dengan disertai foto-foto singkapan seperti yang diperlihatkan pada gambar 8.8. Adapun maksud dari penyertaan foto-foto singkapan adalah untuk lebih memperjelas bagian bagian dari perlapisan batuan ataupun kontak antar perlapisan yang mempunyai makna dalam proses sedimentasinya.
Pemberian foto untuk penjelasan lapisan batuan
Penggambaran penampang stratigrafi terukur yang dilengkapi dengan foto-foto untuk menjelaskan hubungan antar lapisan batuan ataupun kontak antar lapisan batuan
8.4 Kolom Stratigrafi
Kolom stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan susunan berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai dari yang tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Pada umumnya banyak cara untuk menyajikan suatu kolom stratigrafi, namun demikian ada suatu standar umum yang menjadi acuan bagi kalangan ahli geologi didalam menyajikan kolom stratigrafi. Penampang kolom stratigrafi biasanya tersusun dari kolom-kolom dengan atribut-atribut sebagai berikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan, Ketebalan, Besar-Butir, Simbol Litologi, Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Linkungan Pengendapan.
Contoh Kolom Stratigrafi
Tabel 8.1 adalah kolom stratigrafi daerah Karawang Selatan, Jawa Barat yang tersusun dari kiri ke kanan sebagai berikut: umur, formasi, satuan batuan, simbol litologi, deskripsi batuan, dan lingkungan pengendapan.
8.5 Profil Lintasan Stratigrafi
Dalam penelitian geologi, pengamatan stratigrafi disepanjang lintasan yang dilalui perlu dibuat, baik dengan cara menggambarnya dalam bentuk sketsa profil lintasan ataupun melalui pengukuran stratigrafi. Adapun tujuan dari pembuatan profil lintasan adalah untuk mengetahui dengan cepat hubungan antar batuan / satuan batuan secara vertikal.
Profil Lintasan
Gambar 8.9 adalah salah satu conto hasil pengamatan sepanjang lintasan sungai, dimana nomor 1, 2, 3 ……dst merupakan lokasi pengamatan dan pengukuran singkapan batuan-batuan pada lintasan sungai. Kedudukan batuan dan jenis batuan / satuan batuan pada setiap stasiun pengamatan disepanjang lintasan (Gambar 3.9 atas) dan pada gambar 8.9 bagian bawah adalah sketsa dari profil lintasan yang memperlihatkan hubungan setiap batuan / satuan batuan dari yang tertua hingga termuda.
Gambar 8.9 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan (atas) dan penampang lintasan yang memperlihatkan hubungan antar lapisan batuan atau satuan batuan.
Gambar 8.10 memperlihatkan lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan / satuan batuan disepanjang jalan dari desa Cipanas ke Bendungan Saguling. Terdapat 4 (empat) satuan batuan yang dapat diamati mulai dari desa Cipanas hingga ke Bendungan Saguling, yaitu: Satuan Batuan Batugamping (Formasi Rajamandala), Satuan Batuan Batupasir selangseling Serpih (Formasi Citarum) dan Satuan Batuan Breksi (Formasi Saguling) dan Satuan Batuan Lempung selangseling Batupasir (Anggota Cibanteng Formasi Saguling).
Gambar 8.11 adalah sketsa penampang stratigrafi lintasan daerah Saguling yang menunjukan hubungan antar satuan batuan (formasi) dan struktur geologi yang mengontrol hubungan antar satuan batuan dari yang tertua hingga termuda, yaitu antara Formasi Batuasih, Formasi Rajamandala dan Formasi Citarum serta Formasi Saguling.
Formasi Citarum dan Formasi Siguling
8.10 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan Daerah Saguling (Desa Cipanas – Bendungan Saguling)
lintasan
Gambar 8.11 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Saguling (Desa Cipanas – Bendungan Saguling)
Penampang Stratigrafi
8.12 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Ampiteater Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat
Gambar 8.12 adalah sketsa hasil pengamatan stratigrafi di daerah ampiteater Ciletuh, Jawa Barat. Pengamatan dilakukan mulai dari bagian atas ampiteater Ciletuh hingga ke Cikadal (Muara S. Ciletuh). Disepanjang lintasan ini tersingkap satuan batuan dari Formasi Jampang (batupasir tufan dan breksi), Formasi Bayah (pasir konglomeratan dan lempung) Formasi Ciletuh (breksi, batupasir greywacke, lempung), dan Melange Ciletuh (filit). Hubungan stratigrafi antara Melange Ciletuh dengan Formasi Ciletuh diperkirakan adalah selaras, sedangkan hubungan antara Formasi Ciletuh dengan Formasi Bayah diatasnya juga selaras, sedangkan antara Formasi Bayah dengan Formasi Jampang diatasnya tidak selaras (lihat sketsa kolom stratigrafinya).
Profil Pengamatan
Gambar 8.13 adalah penamang stratigrafi lintasan Batuasih – Gunung Walat yang memperlihatkan hubungan antara Formasi Bayah, Formasi Batuasih dan Formasi Rajamandala. Hubungan stratigrafi antara Formasi Bayah dengan Formasi Batuasih diatasnya adalah tidak selaras, sedangkan hubungan Formasi Batuasih dengan Formasi Rajamandala diatasnya adalah selaras.
8.6 Korelasi Stratigrafi
Korelasi stratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu. Adapun maksud dan tujuan dari korelasi stratigrafi adalah untuk mengetahui persebaran lapisan-lapisan batuan atau satuan-satuan batuan secara lateral, sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh dalam bentuk tiga dimensinya. Berikut ini adalah beberapa contoh korelasi stratigrafi yang umum dilakukan antara lain: (1). Korelasi Litostratigrafi, (2). Korelasi Biostratigrafi, (3). Korelasi Kronostratigrafi.
1 Korelasi Lithostratigrafi
Korelasi litostratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya. Catatan: Satu lapis batuan adalah satu satuan waktu pengendapan.
2
3
- Prosedur dan penjelasan:
1. Korelasi dimulai dari bagian bawah dengan melihat litologi yang sama.
2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang sama (Pada gambar diwakili oleh garis warna hitam).
3. Konglomerat pada Sumur-1 dikorelasikan dengan konglomerat pada Sumur-2, demikian juga antara batupasir dan batugamping di Sumur-1 dengan batupasir dan batugamping dan lempung di Sumur-2.
4. Sebaran breksi di Sumur-1 ke arah Sumur-2 menunjukkan adanya pembajian.
5. Kemudian dilanjutkan antara napal dan lempung di Sumur-1 dengan napal dan lempung di Sumur-2.
2 Korelasi Biostratigrafi
Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan. Dalam korelasi biostratigrafi dapat terjadi jenis batuan yang berbeda memiliki kandungan fosil yang sama.
4
5
Prosedur dan penjelasan:
1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas diwakili oleh garis warna hitam).
2. Kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga batulempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2.
3. Batupasir pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil K sedangkan pada Sumur-2, batupasir juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil K. Dengan demikian lapisan batupasir pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan batupasir pada Sumur-2.
4. Kandungan dan sebaran fosil pada lempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga lempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2.
3. Korelasi Kronostratigrafi
Korelasi kronostratigrafi adalah menghubungkan lapisan lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan umur geologinya.
Contoh : Korelasi Kronostratigrafi (Geokronostratigrafi)
3
Prosedur dan penjelasan:
Prosedur korelasi kronostratigrafi adalah sebagai berikut:
1. Korelasikan/bubungkan titik titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada (Pada gambar diwakili oleh garis merah, dan garis ini dikenal sebagai garis kesamaan umur geologi)
2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litoginya sama dan berada pada umur yang sama, seperti Konglomerat pada Sumur-1 dengan konglomerat pada Sumur-2, dikarenakan umur geologinya yang sama yaitu Miosen Bawah.
3. Pada kolom umur Miosen Tengah, batupasir pada Sumur-1 dengan batupasir pada Sumur-2, dan batugamping pada Sumur-1 dan batugamping pada Sumur-2 dapat dikorelasikan.
4. Korelasi lapisan lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur (Pada gambar diwakili oleh garis warna merah).
RINGKASAN
Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu.
Sandi Stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut.
Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas dikenal sebagai satuan stratigrafi.
Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain.
Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
Stratotipe atau pelapisan jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan stratigrafi.
Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.
Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi atau dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu. Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horison batuan, horison fosil dan sebagainya. Istilah istilah seperti : datum, marker, lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam keperluan korelasi.
Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya.
Satuan Litostratigrafi adalah menggolongkan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada ciri-ciri litologi.
Satuan Litodemik adalah menggolongkan batuan beku, metamorf dan batuan lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi kepada ciri-ciri litologinya.
Satuan Biostratigrafi adalah menggolongkan lapisan-lapisan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasar kandungan dan penyebaran fosil
Satuan Sikuenstratigrafi adalah penggolongan lapisan batuan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan gerak relatif muka laut.
Satuan Kronostratigrafi adalah penggolongan lapisan-lapisan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi.
Satuan Tektonostratigrafi adalah menggolongkan suatu kawasan di bumi, yang tergolong pinggiran lempeng aktif, baik yang menumpu (plate convergence) ataupun memberai (plate divergence) menjadi mintakat-mintakat (terrances).
Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-urutan perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam arah vertikal, dan lingkungan pengendapan.
Kolom stratigrafi adalah kolom yang menggambarkan susunan dari batuan yang memperlihatkan hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai dari yang tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya.
Korelasi stratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.

PENGINDRAAN JAUH

Definisi Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh adalah pengambilan atau pengukuran data / informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, obyek atau benda dengan menggunakan sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi.
1.2        Interpretasi Penginderaan Jauh
Interpretasi merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek yang diteliti. Pengenalan objek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Tanpa dikenali identitas dan jenis objek yang tergambar pada citra, tidak mungkin dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Suatu tujuan yang diharapkan dicapai setelah menginterpretasikan suatu objek adalah pengenalan objek, hasil analisis data sesuai kebutuhan dan untuk memeriksa dan menafsirkan tentang gambaran objek. Prinsip pengenalan pada citra mendasarkan atas penyelidikan karakteristik atau atribut citra. Karakteristik objek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek dinamakan unsur interpretasi citra :
1.    Identifikasi dan pengenalan objek dapat dibantu dengan pengetahuan tentang karakteristik citra-foto yang terekam pada film hitam putih atau pankromatik. Hanya saja untuk sekarang ini citra foto  kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan citra seperti satelit yaitu mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisa dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh gambaran geologis area tersebut;
2.    Memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multi-spektral dan bahkan hiper-spektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat keabuan atau Digital Number dalam remote sensing), sehingga memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik material yang diamati;
3.    Memungkinkan pemanfaatkan berbagai jenis data, seperti data sensor optik dan sensor radar, serta juga kombinasi data lain seperti data elevasi permukaan bumi, data geologi, jenis tanah dan lain-lain, sehingga dapat ditentukan solusi baru dalam menentukan antar-hubungan berbagai sifat dan fenomena pada permukaan bumi.
1.3       Unsur Dalam Foto Udara
Untuk dapat menginterpretasikan data yang ada pada citra maka terlebih dulu harus diketahui karakteristik tiap unsur citra sehingga dapat dengan mudah dikenali unsur interpretasi apa yang ada pada citra tersebut.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari unsur dasar interpretasi citra pengindraan jauh :
1.Rona
Roan adalah derajat kehitaman atau tingkat kecerahan yang dimilliki objek citra. Makin banyak sinar yang terpantul, maka makin terang rona pda foto sehingga cerah gelapnya citra menceminkan ukuran banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek dan direkam oleh citra hitam putih.
Rona dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.        Rona seragam yang kemudian dibagi atas cerah, abu-abu dan gelap
2.        Rona tidak seragam  yaitu mottled (bintikbintik), banded(garis-garis), scrabbled(tidak teratur).
Cara pengukuran rona yaitu :
Ø        Cara relatif dengan menggunakan mata biasa
Ø        Cara kuantitatif yaitu dengan menggunakan alat
Faktor yang mempengaruhi rona yaitu :
1.        Karakteristik objek yaitu permukaan kasar cenderung menimbullkan rona gelap pada foto, warna objek yang gelap menimbulkan rona gelap dan dan daya pantul objek.
2.        Bahan yang dipakai yaitu jenis film karena tiap film mempunyai kepekaan masing-masing.
3.        Cuaca, dimana rona bergantung pada jumlah sinar yang dapat mencapai sensor dan daua pantulnya.
4.        Letak objek dan waktu pemotretan letak berarti bujur dan lintangnya dimana letak lintang mempengaruhi dating sinar. Ketinggian juga mempengaruhi rona pada foto bagi objek yang sama. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya kabut tipis pagi hari
Beberapa kenampakan yang dapat diidentifikasi yaitu :
1.            pemukaan air biasanya gelap tetapi bila cukup banyak  mengandung sedimentasi akan terlihat lebih terang.
2.            pasir yang kering tampak terang
3.            permukaan jalan tampak terang
4.            jalan kereta api umumnya gelap
5.            atap bangunan umumnya terang apalagi yang menghadap matahari
6.            permukaan batuan dan rerumputan tampak agak terang.
2. Tekstur
Tekstur adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh kelompok objek yang sejenis dimana akan terlalu kecil jika dibedakan satu persatu.
Tektur sangat berkaitan dengan rona, bentuk, ukuran dan pola dan sering dinyatakan dalam halus sedang atau kasar. Tekstur dinyatakan juga dalam menyatakan tingkat kekasaran atau kehalusan penyaluran yaitu :
Ø  Untuk anak-anak sungai dengan jarak 1-1/4 inci bertekstur halus yang menyatakan densitas tinggi dengan litologi batulempung, serpih atu tuff (batuan impermeable).
Ø  Untuk sungai orde i (1/4-2) inci bertekstur sedang dengan densitas sedang dan litologi lanau, lempung atau pasir (batuan agak permeable)
Ø  Untuk jarak orde sungai 1>2 inci bertekstur kasar dengan densitas rendah dan litologi pasir dan tuff kasar (batuan permeable)
Contoh pengenalan objek :
1.            hutan betekstur kasar, belukar sedang dan semak halus
2.            permukaan air yang tenang bertekstur halus
3. Bentang Alam
Apabila unsur dasar citra dapat diinterpretasikan, maka untuk interpretasi langkah selanjutnya yang meliputi unsur lain dalam citra foto udara akan lebih mudah diinterpretasikan. Unsur lain yang akan diinterpretasikan dalam praktikum kali ini meliputi struktur geologi, litologi, tata guna lahan, relief, pola pengaliran beserta ubahannya, bentuk lahan dan bentang alam budaya.
1. Struktural
Dalam mengamati bentuk lahan struktural, dapat kita bedakan dengan cara mengamati pada foto udara yaitu ada tidaknya struktur geologi pada daerah tersebut,  biasanya yang sering dapat diketahui adalah patahan yaitu ditunjukan dengan adanya kenampakan sungai yang mengalami pembelokan secara tiba tiba, hal ini dikarenakan adanya kelurusan sungai yang melalui zona patahan, dan pada umumnya pola pengaliran pada daerah ini adalah rectangular, treliss,serta concorted dan juga modifikasi dari ketiganya, pada daerah structural juga dapat ditunjukan dengan adanya kenampakan dataran atau depresi yang sempit dan memanjang.
2. Fluvial
Pada foto udara, bentuk lahan ini dapat diketahui yaitu dengan melihat letaknya, berdasarkan proses yang mempengaruhinya seperti sungai maka dapat diketahui bahwa bentuk lahan  ini berada di kawasan sungai yaitu bisa berupa dataran banjir, pada dataran banjir  memiliki permukaan rata dan letaknya lebih rendah dari sekitarnya dan kalu tidak terjadi ketidakrataan biasanya disebkan oleh adanya danau tapal kuda, gosong pasir atau bekas saluran,meander sungai yang pada foto udara dapat diketahui juga yaitu bekas meander sungai ini yang terpotong dikenali dengan bentuk tapal kuda dengan topografi yang lebih rendah daripada daerah sekitarnya, kipas alluvial yaitu bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokn material lepas yang berbentuk seperti kipas, pada interpretasi citra kipas aluvial berbentuk seperti segitiga yang cembung.
3. Karst
Pada foto udara kenampakan bentuk lahan ini dapat diketahui yaitu reliefnya pada bentang alam ini berada pada daerah yang berbatuan yang mudah larut, juga dapat diketahui dengan adanya aliran sungai yang secara tiba tiba masuk tanah meninggalakan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar. Pada daerah ini pola pengaliranya multi basinal yaitu pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak, kadang hilang, yang disebut sebagai sungai bawah tanah.
4. Eolian
Bentuk lahan yang terbentuk karena aktivitas angin, bentuknya dapat berupa :
-       Bentuknya proses erosi
-       Proses abrasi, ventivact, polish, grooves, sclupturing dan yardang
-       Proses deflasi, cekungan deflasi, lag grafel, desert warnist
-       Pengendapan angin.
5. Delta dan Pantai
Delta adalah bentuk lahan yang terbentuk oleh sedimen dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : iklim, debit air, gelombang, pasang surut dan arus pantai. Pantai adalah jalur memanjang, tinggi dan lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut air yang lalu terletak antara daratan dan lautan.
7. Denudasional
Denudasional merupakan proses yang mana bila terus berlanjut akan mengurangi semua ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. proses ini apat mliputi pelapukan dan transportasi.
8. Vulkanik
Analisa morfologi gunungapi dilakukan untuk :
-           Mengenal macam-macam bentuk Gunungapi,
-           Mengetahui hubungan antara satuan morfologi gunungapi baik secara individu maupun berkelompok, 
-           Mengetahui stadia dan jenjang keaktifan gunungapi, dan
-           Menginterpretasikan evolusi atau perkembangan suatu gunungapi maupun kelompok gunungapi.
4. Tata Guna Lahan
  1. Daerah Pemukiman
Terbentuk oleh daerah yang digunakan secara intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur. Dalam kategori ini  termasuk kota-kota besar, desa, daerah yang berkembang sepanjang jalan raya, transportasi,kawat listrik dan fasilitas komunikasi ,daerah seperti tempat penggilingan,pusat perbelanjaan dan industri. Dan lembaga-lembag yang lain yang tidak dapat dipisahkan dari derah pemukiman  Rona pada derah pemukiman cenderung seragam,teksturnya cenderung kasar. Pola yang ada berupa pola garis lurus pada kenampakan jalan, pola melengkung pada kenampakan sungai, pada kenampakan perumahan berupa pola yang brbentuk petak yang tidak teratur.
  1. Daerah Pertanian
Lahan pertanian secara luas dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya terutama untuk menghasilkan makanan. Rona seragam, tekstur kasar. Pola garis lurus bisa berupa sebagai kenampakan jalan, pola melengkung kenampakan sungai, pola lain berbentuk petak yang teratur menunjukan kenampakan persawahan.
  1. Lahan Hutan
Lahan hutan ialah derah yang kepadatan tajuk pohonnya  ( prosentase penutup tajuk ) 10 persen atau lebih , batang pohonnya dapat menghasilkan kayu atau produksi kayu lainnya dapat mempengaruhi iklim atau tata air lokal. Rona seragam, tekstur biasanya halus karena pada daerah ini banyak terdapat anak sungai.
  1. Lahan Basah
Lahan basah ialah daerah yang permukaan air tanahnya diatas permukaan lahan hampir sepanjang tahun. Rona cenderung seragam tekstur tergantung pada pola pengaliran yang melalui daerah tersebut.
  1. Lahan Gundul
Lahan gundul ialah lahan yang kemampuannya terbatas dalam mendukung kehidupan dan vegetasi lainnya kurang dari sepertiga luas daerahnya. Daerahnya yang termasuk di dalamnya dataran garam kering,gisik,pertambangan terbuka dan pertambangan gravel
  1. Lahan Lumut
Padang lumut merupakan istilah derah tanpa pohon yang secara geografik diluar hutan baroel dan diatas ketinggian untuk pohon di pegunungan yang tinggi.
  1. Daerah Salju Abadi atau Es
Daerah salju abadi atau es terjadi karena kombinasi faktor-faktor lingkungan, yang menyebabkan kenampakan tersebut tidak mencair pada musim panas.
5. Struktur Geologi
1. Sesar
Kenampakan sesar pada foto udara adalah perbedaan rona atau tekstur yang dibatasi oleh garis lurus. Ukuran kelurusan relatif panjang, pembelokkan sungai yang menyiku secara mendadak atau pembelokkan secara berirama. Kenampakan bidang segitiga (triangular facet). Perbedaan pola pengaliran atau pola erosi.
Adanya beberapa pola pengaliran yang dikontrol oleh adanya struktur sesar seperti :
-       Rectangular
-       Angulate
-       Fault trellis
-       Joint trellis.

2. Unconformity
Struktur di atas, selain dari litologi, dapat membantu dalam tafsiran keberadaan dari unconformity. Misalnya :
-       Bila terdapat perbedaan dari segi kepadatan,
-       Arah dan nilai kemiringan yang mendadak,
-       Mungkin terdapat ketakselarasan di sini (perbedaan formasi).

3. Lipatan
Kenampakan lipatan pada foto udara adalah adanya pola, baik rona, tekstur, atau bentuk yang zig-zag .Rona banded yang memperlihatkan pola garis sejajar, melengkung atau menujam. Pola pengaliran contorted, trellis atau recurved trellis. Gejala penyimpangan arah / bentuk aliran sungai. Kenampakan hogback melingkar, menunjukkan adanya suatu kubah.

6. Hidrogeologi
Hidrogeologi adalah pengetahuan geologi mengenai air bawah tanah (under ground water). Air tanah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dikarena :
-       Kesulitan memperolehnya yaitu adanya daya tarik rongga antar butir tanah dan batuan.
-       Kualitas air tanah yang asin, payau, mengandung sulfur.
-       Beberapa terletak di lapisan batuan yang sangat dalam.
Foto udara dengan infra merah berguna untuk data hidrogeologi karena sensitif untuk variasi temperatur. Jika temperatur airtanah konstan atau kontras dengan air permukaan atau batuan sekitarnya maka metode ini sangat baik untuk menentukan lokasi mata air dan juga daerah keluaran airtanah. Survey untuk memetakan air tanah :
1. Multy Spectral Imagery
Data dapat diproses dan diklasifikasikan ke dalam peta indikator bentang alam seperti tingkat kelembapan, tipe vegetasi dan tekanan, serta tata guna lahan. Menggunakan inframerah dekat (Near infrared imagery) dan menghasilkan gambar/ foto biasanya berguna pada air yang menyerap dengan kuat spektrum ini.
2.    Airbone Elektromacnetics
Dipetakan besarnya konduktivitas elektrik dari material geologi yang berada di kedalaman jauh lebih dari 100 m. Air garam lebih konduktor dibanding air murni. Digunakan untuk membantu rencana kerja geologi, mengidentifikasi jangkauan aliran yang mengisi aquifer dan distribusi dari kandungan garam pada jaringan aliran air.
3.    Airbone Magnetics
Dihitung medan magnet pada peta geologi berupa lempeng atau struktur  yang dapat diartikan sebagai aliran airtanah. Pengeboran Subsequent  menetapkan adanya sularan-saluran yang merupakan jalur yang dilewati oleh aliran airtanah yang mengandung garam.
4.    Airbone Radiometrics
Emisi radiasi gamma digunakan untuk memperoleh konsentrasi dari thorium, uranium, dan potasium dalam lapisan tanah yang dangkal. Spektrometer digunakan untuk menghitung jumlah sinar gamma yang melewati berbagai saluran dengan spektrum energi. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang lengkap mengenai karakteristik tanah dan materi geologi induk, termasuk tekstur permukaan, pelapukan, kedalaman tanah dan mineralogi dari lempung.
5.    Radar
Diukur pantulan dari gelombang microwave yang ditransmisikan untuk menginterpretasikan nilai kelembapan dan komposisi kimia dari lapisan tanah yag dangkal. Radar penembus tanah dilibatkan dalam pengukuran pantulan dari gelombang dengan frekuensi tinggi untuk memetakan gambaran/ foto geologi dekat-permukaan.
7. Litologi
Jika singkapan batuan jarang, daerahnya berelief rendah, material penutup permukaan tebal, tersebar luas, dan permukaan topografinya kurang mencerminkan keadan geologinya, maka analisis rinci mengenai morfologi dan pola pengaliran diharapkan dapat memberikan petunjuk litologinya. Pola drainase dapat lebih jauh dilasifikasikan menurut tekstur penyusun litologinya adalah :
§  Drainase dengan litologi bertekstur halus
§  Drainase dengan litologi bertekstur sedang
§  Drainase bertekstur kasar
8. Stratigrafi
Interpretasi stratigrafi  dari citra penginderaan jauh dapat dilakukan pada perlapisan batuan yang telah mengalami deformasi, apabila kondisi ini tidak terpenuhi maka hasil yang diperoleh dari pengamatan berupa satu macam litologi yang seragam saja. Interpretasi stratigrafi dapat menjelaskan bagaimana batuan sedimen memperoleh karakter perlapisannya, perbedaan litologi, tekstur, asosiasi vegetasi, serta penentuan hubungan relatif antarbatuan melalui identifikasi citra dan penyesuaiannya terhadap kondisi lapangan.
II.4       Interpretasi Pola Pengairan
Menurut A.D. Howard ( 1966 ), analisa pola pengairan adalah alat yang penting sebagai dasar penafsiran geologi foto terutama di daerah berelief rendah. Pada foto udara skala besar memungkinkan untuk mengamati cabang – cabang sungai kecil dan permukaan erosi yang halus, karena sangat mudah teramati pada foto uadara. Pada foto udara skala kecil akan memberikan gambaran umum pola pengairan.
Pola pengairan pada hakekatnya menggambarkan daerah yang lunak, tempat erosi mengambil bagian dengan aktif, dan merupakan daerah rendah sehingga air permukaan dapat terkumpul dan mengalir. Adakalanya resistensi batuan relatif sama, sehingga tidak ada tempat mengalir yang tertentu dan erosi menjadi meluas. Hal ini mencerminkan bahwa pola pengairan dikendalikan oleh resistensi batuan, struktur geologi, dan proses yang berlangsung di daerah tersebut.
I.4.1 Pola Dasar
Pola dasar memiliki ciri yang bersifat umum dan sering berasal dari perkembangan pola dasar yang lain. Kebanyakan dikontrol oleh struktur regional dan dapat dikelompokkan menjadi 8 pola utama, yaitu pola pengaliran dendritik, parallel, trellis, rectangular, multi-basinal, radial, annular, dan concorted serta pola ubahannya.
1.        Pola Pengaliran Dendritik
Rangkaian bentuk aliran sungainya mirip ranting pohon dimana anak sungai yang bentuknya tidak teratur atau melengkung akhirnya menyatu pada sungai utama dengan sudut yang tajam dan searah dengan arah alirannya.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Sedikit dipengaruhi atau dikendalikan oleh kelerengan,  struktur geologi, dan perbedaan jenis batuan.
b.    Terjadi pada material kedap air dan teksturnya relatif halus, terutama pada batulempung dan serpih.
c.    Berkembang pada daerah dengan variasi sudut lereng kecil, lereng yang landai, dan berelief rendah, seperti di dataran sampai dataran bergelombang lemah atau perbukitan bergelombang lemah.
d.    Berkembang pada daerah yang sedikit atau lemah kontrol strukturnya, seperti pada daerah dengan struktur lapisan horizontal, miring landai, atau terlipat lemah.
e.    Dapat berkembang pada batuan metamorf, batuan beku, dan batuan sedimen, asalkan daya tahannya terhadap erosi seragam atau soil yang seragam.
2.         Pola Pengaliran Paralel
Rangkaian bentuk alirannya memperlihatkan penjajaran sungai – sungai besar, sedangkan anak – anak sungainya dapat mendekati pola dendritik. Berkembang pada daerah dengan kelerengan yang besar, sehingga air bergerak cukup cepat sepanjang batuan yang berbeda resistensinya, dan sudut yang dibentuk antara anak – anak sungai dengan sungai utama umumnya hampir sama. Pola ini merupakan pola pengalihan antara pola pengaliran dendritik dengan trellis.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Sungai utama yang sejajar, umumnya dikontrol oleh adanya sesar atau rekahan.
b.    Berkembang pada batuan bertekstur halus-sedang, seperti batulempung, serpih, atau batupasir sangat halus - halus
c.    Dapat pula berkembang pada batuan dengan resistensi yang berbeda – beda, seperti pada sayap antiklin.
d.    Juga pada daerah berlereng terjal, seperti pada lereng punggungan.
            3.         Pola Pengaliran Trellis
Rangkaian alirannya dibentuk oleh sungai – sungai parallel sampai subparalel dengan cabang sungai yang pendek – pendek yang mengalir ke dalam sungai utama dengan sudut tegak lurus. Sungai – sungai utama umumnya subsekuen, sedangkan cabang – cabangnya obsekuen dan resekuen.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Resistensi batuannya tidak sama.
b.    Umumnya pada batuan sedimen yang terlipat, misalnya pada sayap antiklin atau sinklinatau pada batuan yang mengalami pensesaran menjadi blok – blok sejajar.
c.    Pola sejajar pada pola ini lebih menunjukkan struktur batuan daripada jenis batuannya sendiri dengan sungai utama mengikuti arah jurus perlapisannya.
            4.         Pola Pengaliran Rectangular
Rangkaian aliran dibentuk oleh cabang – cabang sungai yang berkelok, berliku, dan menyambung membentuk sudut hampir tegak lurus. Bedanya dengan pola trellis, sudut yang dibentuk jarang tepat 90o, juga antara satu sungai dengan sungai yang lainnya jarang dapat ditarik satu garis lurus.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Berkembang pada daerah dengan system kekar dan sesar yang saling berpotongan. Arah anak sungai dan sungai utama dikendalikan oleh kekar atau sesar, baik yang membentuk sudut tegak atau miring.
b.    Umumnya pada daerah berbetuan beku, mungkin pula pada batuan malihan atau sedimen keras yang system kekarnya berkembang baik.
5.             Pola Pengaliran Radial
Rangkaian bentuk sungai – sungai yang mengalir dan menyebar dari satu pusat ketinggian dengan arah memancar dan banyak dijumpai di gunungapi di Indonesia.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Umumnya berkembang pada kerucut gunungapi, kubah ( dome ) atau bukit kerucut yang terisolasi.
b.    Materialnya di sekitar pusat sebaran dapat terdiri dari tufa bertekstur halus dan kasar, terutama pada daerah gunungapi atau terdiri dari batuan sedimen berlapis.
            6.         Pola Pengaliran Annular
Rangkaian bentuknya menyerupai pola pengaliran radial atau merupakan variasi dari pola pengaliran trellis. Sungai – sungai besar yang mengalir keluar adalah sungai konsekuen, sungai-sungai menengah yang melengkung adalah sungai subsekuen dan sungai - sungai kecil bisa resekuen atau obsekuen.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Sungai – sungai kecil umumnya dikontrol oleh kekar.
b.    Umumnya berkembang pada daerah berstruktur kubah atau cekungan yang yang terdiri dari lapisan batuan yang heterogen dan telah tererosi lanjut.
7.        Pola Pengaliran Multibasinal
Pola ini digunakan untuk semua bentuk depresi yang belum diketahui genesanya secara pasti. Pendekatan untuk pola ini dapat dilakukan dengan mengamati :
1.    Adanya depresi seperti bentuk lubang – lubang yang sempit, melingkar, bentuk kolam yang memanjang, luas, dalam atau tidak teratur.
2.    Beberapa depresi yang memanjang secara garis lurus.
3.    Aliran – aliran yang tersebar dan kadang menghilang lalu muncul kembali seperti pada daerah karst.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Umumnya terdapat pada daerah yang mengalami erosi dan pengendapan glacial atau eolian/angina.
b.    Pada daerah dengan batuan yang mudah mengalami proses pelarutan seperti batugamping, permafrost, dan daerah dengan gerakan massa aktif atau di daerah vulkanik aktif.
8.        Pola Pengaliran Concorted
Dibedakan dari recurved trellis pada polanya yang kurang teratur, punggungan dan lembah tidak menerus, dan umumnya pada daerah yang tidak luas. Arah aliran sungai utama membalik dan merupakan sungai subsekuen.
Makna geologinya mencerminkan :
a.    Aliran sungai dikontrol oleh struktur geologi, umumnya daerah  tersebut dalam keadaan labil, tektonik aktif, dan materialnya biasanya batupasir.
b.    Arah aliran yang membalik terjadi bilamana struktur geologi di daerah tersebut terjadi setelah sungai itu ada.